Sabtu, 09 Juli 2011

nama-nama surat dalam al-qur'an

114 NAMA SURAT
DI DALAM AL-QUR’AN:
MARILAH HAI KAWAN
KITA HAFALKAN
NAMA-NAMA SURAT
DI DALAM AL-QUR’AN
  1. AL FATIHAH
  2. AL BAQOROH
  3. ALI IMRON
  4. AN NISA’
  5. AL MAIDAH
  6. AL AN’AM
  7. AL A’ROF
  8. AL ANFAL


  1. AT TAUBAH
  2. YUNUS
  3. SURAT HUD
  4. SURAT YUSUF
  5. AR RO’DU
  6. IBRAHIM
  7. AL HIJR
  8. AN NAHL

  1. AL ISRO’
  2. AL KAHFI
  3. MARIYAM
  4. SURAT THOHA
  5. AL AMBIYA’
  6. AL HAJJ
  7. AL MU’MINUN
  8. AN NUR

  1. AL FURQON
  2. ASY SYUARO’
  3. AN NAML
  4. SURAT QOSHOSH
  5. AL ANKABUT
  6. AR RUUM
  7. SURAT LUQMAN
  8. AS SAJADAH

  1. AL AHZAB
  2. SURAT SABA’
  3. SURAT FATIR
  4. SURAT YASIN
  5. ASH SHOFFAT
  6. SURAT SHOD
  7. AZ ZUMAR
  8. AL MU’MIN



  1. FUSH SHILAT
  2. ASY SYURO
  3. AZ ZUKHRUF
  4. SURAT DUKHON
  5. AL JASTIYAH
  6. AL AHQOF
  7. MUHAMMAD
  8. AL FATH

  1. AL HUJUROT
  2. SURAT QOF
  3. ADZ DZARIYAT
  4. SURAT ATH THUUR
  5. AN NAJM
  6. AL QOMAR
  7. AR ROHMAN
  8. WAQI’AH

  1. AL HADID
  2. MUJADALAH
  3. AL HASYR
  4. MUMTAHANAH
  5. SURAT SHOF
  6. SURAT JUM’AH
  7. MUNAFIQUN
  8. AT TAGHOBUN

  1. ATH THOLAQ
  2. AT TAHRIM
  3. AL MULK
  4. SURAT QOLAM
  5. AL HAQQOH
  6. AL MA’ARIJ
  7. SURAT NUH
  8. SURAT AL JIN

  1. AL MUZZAMMIL
  2. AL MUDDATSIR
  3. AL QIYAMAH
  4. SURAT DAHR
  5. AL MURSALAT
  6. AN NABA’
  7. AN NAZI’AT
  8. ‘ABASA

  1. AT TAKWIR
  2. AL INFITHOR
  3. MUTHOFFIFIN
  4. AL INSYIQOQ
  5. AL BURUJ
  6. ATH THORIQ
  7. AL A’LA
  8. AL GHOSIYAH

  1. AL FAJRI
  2. AL BALAD
  3. ASY SYAMS
  4. SURAT LAIL
  5. ADH DHUHA
  6. AL INSYIROH
  7. AT TIIN
  8. AL ‘ALAQ

  1. AL QODAR
  2. AL BAYYINAH
  3. AL ZALZALAH
100.   AL ‘ADIYAT
101.   AL QORI’AH
102.   AT TAKATSUR
103.   AL ‘ASHR
104.   HUMAZAH

105.   AL FIIL
106.   SURAT QURAISY
107.   AL MA’UN
108.   SURAT KAUTSAR
109.   AL KAFIRUN
110.   AN NASHR
111.   AL LAHAB
112.   AL IKHLAS

113.   AL FALAQ
114.   AN NAS
SEMUA ITU NAMA SURAT
DI DALAM AL QUR’AN SEBAGAI KALAMULLAH PADA MUHAMMAD
IBADAH BAGI UMMATNYA DI PERSADA DUNIA.

macam-macam aliran filsafat+konsep pemikirannya

MACAM-MACAM ALIRAN FILSAFAT BESERTA
KONSEP PEMIKIRANNYA.

Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata Philo yang berarti cinta, dan kata Sophos yang berarti ilmu atau hikmah. Dengan demikian, filsafat berarti cinta cinta terhadap ilmu atau hikmah. Filsafat dapat pula berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat, dan berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia.
Selain itu terdapat pula teori lain yang mengatakan bahwa filsafat berasal dari kata Arab falsafah, yang berasal dari bahasa Yunani, Philosophia: philos berarti cinta, suka (loving), dan sophia yang berarti pengetahuan, hikmah (wisdom). Jadi, Philosophia berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta kepada kebenaran atau lazimnya disebut Pholosopher yang dalam bahasa Arab disebut failasuf atau falasifah.
Sementara itu, banyak para filosof yang mengatakan bahwa pengertian filsafat telah mengalami perubahan-perubahan sepanjang masanya, hal ini dikarenakan pemikiran filsafat ilmu berasal dari pikiran manusia. “Filsafat adalah pengetahuan atas realitas dalam kemungkinan-kemungkinan akal manusia, karena filsafat berakhir pada teori ilmu pengetahuan untuk memperoleh kebenaran dan bertindak di atas rel kebenaran yang sudah ditemukan”.  Dari beberapa kutipan di atas dapat diketahui bahwa pengertian fisafat dari segi kebahasaan atau semantik adalah cinta terhadap pengetahuan atau kebijaksanaan.
Dengan demikian filsafat adalah suatu kegiatan atau aktivitas yang menempatkan pengetahuan atau kebikasanaan sebagai sasaran utamanya.
Adapun macam-macam aliran filsafat beserta konsepnya yang ada yakni:

1. Rasionalisme
Rasionalisme adalah madzhab filsafat ilmu yang berpandangan bahwa rasio adalah sumber dari segala pengetahuan. Dengan demikian, kriteria kebenaran berbasis pada intelektualitas. Strategi pengembangan ilmu model rasionalisme, dengan demikian, adalah mengeksplorasi gagasan dengan kemampuan intelektual manusia.
Para penganut rasionalisme berpandangan bahwa satu-satunya sumber pengetahuan yang dapat dipercaya adalah rasio (akal) seseorang. Perkembangan pengetahuan mulai pesat pada abad ke-18. Orang yang dianggap sebagai bapak rasionalisme adalah Rene Descartez (1596-1650) yang juga dinyatakan sebagai bapak filsafat modern. Semboyannya yang terkenal adalah cogito ergo sum (saya berpikir, jadi saya ada).
Tokoh-tokoh rasionalisme diantaranya adalah Descartes, Leibniz dan Spinoza.
Tokoh-tokoh lainnya adalah John Locke (1632-1704), J.J. Rousseau (1712-1778) dan Basedow (1723-1790). John Locke terkenal sebagai tokoh filsafat dan pendidik dengan pandangannya tentang tabula rasa dalam arti bahwa setiap insane diciptakan sama, sebagai kertas kosong. Dengan demikian melatih atau memberikan pendidikan atau pandai menalar merupakan tugas utama pendidikan formal.
J.J. Rousseau adalah seorang tokoh pendidikan yang berpandangan bahwa seorang anak harus dididik sesuai dengan kemampuannya atau kesiapannya menerima pendidikan. J.B. Basedow berpandangan bahwa pendidikan harus membentuk kebijaksanaan, kesusilaan, dan kebahagiaan.
Benih rasionalisme sebenarnya sudah ditanam sejak jaman Yunani kuno. Salah satu tokohnya, Socrates, mengajukan sebuah proposisi yang terkenal bahwa sebelum manusia memahami dunia ia harus memahami dirinya sendiri. Kunci untuk memahami dirinya itu adalah kekuatan rasio. Para pemikir rasionalisme berpandangan bahwa tugas dari para filosof diantaranya adalah membuang pikiran irasional dengan rasional. Pandangan ini misalnya disokong oleh Descartes sebagai konsep pemikiran aliran rasionalisme yang menyatakan bahwa: pengetahuan sejati hanya didapat dengan menggunakan rasio.
Sumbangan rasionalisme tampak nyata dalam membangun ilmu pengetahuan modern yang didasarkan pada kekuatan pikiran atau rasio manusia. Hasil-hasil teknologi era industri dan era informasi tidak dapat dilepaskan dari andil rasionalisme untuk mendorong manusia menggunakan akal pikiran dalam mengembangkan ilmu pengetahuan untuk kesejahteraan manusia.

2. Empirisme
Asal kata empirisme adalah empiria yang berarti kepercayaan terhadap pengalaman. Bahan yang diperoleh dari pengalaman diolah oleh akal, sedangkan yang merupakan sumber pengetahuan adalah pengalaman karena pengalamanlah yang memberikan kepastian yang diambil dari dunia fakta. Empirisme berpandangan bahwa pernyataan yang tidak dapat dibuktikan melalui pengalaman adalah tidak berarti atau tanpa arti. Ilmu haru sdapat diuji melalui pengalaman. Dengan demikian, kebenaran yang diperoleh bersifat a posteriori yang berarti setelah pengalaman (post to experience).
Dapat diambil garis merahnya bahwa Empirisme adalah sebuah orientasi filsafat yang berhubungan dengan kemunculan ilmu pengetahuan modern dan metode ilmiah. Empirisme menekankan bahwa ilmu pengetahuan manusia bersifat terbatas pada apa yang dapat diamati dan diuji. Oleh karena itu konsep aliran empirisme yakni: memiliki sifat kritis terhadap abstraksi dan spekulasi dalam membangun dan memperoleh ilmu. Strategi utama pemerolehan ilmu, dengan demikian, dilakukan dengan penerapan metode ilmiah.
Para ilmuwan berkebangsaan Inggris seperti John Locke, George Berkeley dan David Hume adalah pendiri utama tradisi empirisme.
Francis Bacon telah meletakkan dasar-dasar empirisme dan menyarankan agar penemuan-penemuan dilakukan dengan metode induksi. Menurutnya ilmu akan berkembang melalui pengamatan dalam ekperimen serta menyusun fakta-fakta sebagai hasil eksperimen.
Pandangan Thomas Hobbes sangat mekanistik. Karena merupakan bagian dari dunia, apa yang terjadi pada manusia atau yang dialaminya dapat diterangkan secara mekanik. Ini yang menyebabkan Thomas Hobbes dipandang sebagai penganjur materialisme. Sesuai dengan kodratnya manusia berkeinginan mempertahankan kebebasan dan menguasai orang lain. Hal ini menyebabkan adanya ungkapan homo homini lupus yang berarti bahwa manusia adalah srigala bagi manusia lain.
Sumbangan utama dari aliran empirisme adalah lahirnya ilmu pengetahuan modern dan penerapan metode ilmiah untuk membangun pengetahuan. Selain itu, tradisi empirisme adalah fundamen yang mengawali mata rantai evolusi ilmu pengetahuan sosial, terutama dalam konteks perdebatan apakah ilmu pengetahuan sosial itu berbeda dengan ilmu alam. Sejak saat itu, empirisme menempati tempat yang terhormat dalam metodologi ilmu pengetahuan sosial. Seringkali empirisme diparalelkan dengan tradisi positivism. Namun demikian keduanya mewakili pemikiran filsafat ilmu yang berbeda.

3. Realisme
Dalam pemikiran filsafat, realisme berpandangan bahwa kenyataan tidaklah terbatas pada pengalaman inderawi ataupun gagasan yang tebangun dari dalam. Dengan demikian realisme dapat dikatakan sebagai bentuk penolakan terhadap gagasan ekstrim idealisme dan empirisme. Dalam membangun ilmu pengetahuan, realisme memberikan teori dengan metode induksi empiris. Gagasan utama ataupun konsep pemikiran dari realisme dalam konteks pemerolehan pengetahuan adalah bahwa pengetahuan didapatkan dari dual hal, yaitu observasi dan pengembangan pemikiran baru dari observasi yang dilakukan. Dalam konteks ini, ilmuwan dapat saja menganalisa kategori fenomena-fenomena yang secara teoritis eksis walaupun tidak dapat diobservasi secara langsung.
Tradisi realisme mengakui bahwa entisitas yang bersifat abstrak dapat menjadi nyata (realitas) dengan bantuan simbol-simbol linguistik dan kesadaran manusia. Mediasi bahasa dan kesadaran manusia yang bersifat nyata inilah yang menjadi ide dasar ‘Emile Durkheim’ dalam pengembangan ilmu pengetahuan sosial.
Dalam area linguistik atau ilmu bahasa, de Saussure adalah salah satu tokoh yang terpengaruh mengadopsi pendekatan empirisme Durkheim. Bagi de Saussure, obyek penelitian bahasa yang diteliti diistilahkan sebagai ‘la langue’ yaitu simbol-simbol linguistic yang dapat diobservasi.
 
4. Idealism/ kritisme
Istilah idealisme yang menunjukkan suatu pandangan dalam filsafat belum lama dipergunakan orang. Namun demikian, pemikiran tentang ide telah dikemukakan oleh Plato sekitar 2.400 tahun yang lalu. Menurut Plato, realitas yang fundamental adalah ide, sedangkan realitas yang tampak oleh indera manusia adalah bayangan dari ide tersebut. Bagi kelompok idealis alam ini ada tujuannya yang bersifat spiritual. Hukum-hukum alam dianggap sesuai dengan kebutuhan watak intelektual dan moral manusia. Mereka juga berpendapat bahwa terdapat suatu harmoni yang mendasar antara manusia dengan alam. Manusia memang bagian dari proses alam, tetapi ia juga bersifat spiritual, karena manusia memiliki akal, jiwa, budi, dan nurani.
Dan dapat disimpulkan bahwa Idealisme adalah tradisi pemikiran filsafat yang berpandangan bahwa doktrin tentang realitas eksternal tidak dapat dipahami secara terpisah dari kesadaran manusia. Dengan kata lain kategori dan gagasan eksis di dalam ruang kesadaran manusia terlebih dahulu sebelum adanya pengalaman-pengalaman inderawi.
Kelompok yang mengikuti pandangan ini cenderung menghormati kebudayaan dan tradisi, sebab mereka mempunyai pandangan bahwa nilai-nilai kehidupan itu memiliki tingkat yang lebih tinggi dari sekadar nilai kelompok individu. Ini menunjukkan bahwa kekuatan idealisme terletak pada segi mental dan spiritual kehidupan.
Pandangan Plato bahwa semua konsep eksis terpisah dari entitas materinya dapat dikatakan sebagai sumber dari pandangan idealism radikal. Karya dan pandangan Plato memberikan garis demarkasi yang jelas antara pikiran-pikiran idealis dengan pandangan materialis. Aritoteles menjadi orang yang memberikan tantangan pemikiran bagi gagasan-gagasan idealis Plato. Aristoteles mendasarkan pemikiran filsafatnya berdasarkan materi dan fisik.
Salah satu sumbangan dari tradisi filsafat idealisme adalah pengaruh idealism platonic dalam agama kristen. Dalam Perjanjian Baru terdapat gagasan yang diagungkan, yakni “Permulaan adalah kata-kata”. Pada gilirannya, dalam sejarah, pemikiran Kristen turut memberikan andil dalam membentuk tradisi idealis terutama gagasan-gagasan dari Sain Augustine dengan pengembangan konsep penyucian jiwa. Selain Kristen, pemikiran yang turut memberikan saham bagi tradisi idealis adalah mistisisme Yahudi, mistisisme Kristen dan pengembangan pemikiran matematika oleh bangsa-bangsa Arab. Gerakan-gerakan pemikiran inilah yang kemudian membentuk dialektika modern antara idealisme dan materialism sejak era renaisans.
Sumbangan idealism terhadap ilmu pengetahuan modern sangatlah jelas. Ilmu pengetahuan modern diniscayakan oleh kohesi antara bukti-bukti empiris dan formasi teori. Kaum materialis mendasarkan pemikirannya pada bukti-bukti empiris sedangkan kaum idealis pada formasi teori. Sebagai sebuah tradisi filosofi, idealisme tidak bisa dipisahkan dengan gerakan Pencerahan dan filsafat Pasca Pencerahan Jerman.
Salah satu tokoh pemikir idealis yang tersohor adalah Immanuel Kant. Melalui bukunya “Critique of pure reason” yang diterbitakan tahun 1781, Kant menentang pendapat tradisi tokoh empiris seperti David Hume dan lain-lainnya. Kant mengatakan bahwa pengetahuan dan pemahaman dunia memerlukan kategori dan pandangan yang berada dalam ruang kesadaran manusia.
Gagasan Kant yang terkenal adalah ‘idealisme transedental’. Dalam konsep ini Kant berargumen bahwa ide-ide rasional dibentuk tidak saja oleh ‘phenomenal’ tapi juga ‘noumenal’, yakni kesadaran transedental yang berada pada pikiran manusia. Generasi idealis berikutnya dipelopori oleh, Georg Hegel. Hegel mengenalkan gagasan pendekatan dialektis yang tidak memihak baik gagasan ‘kesadaran mental’ Kant maupun ‘bukti-bukti material’ dari kaum empiris. Pikiran-pikiran Hegel inilah yang kemudian melahirkan konsep ‘spirit’-sebuah konsep yang integral dengan kelahiran tradisi ‘idealisme absolut’.
Aliran kritisme/idealisme ini menjembatani pandangan rasionalisme dan empirisme. Tokohnya adalah Emmanuel Kant (1724-1804). Menurut kant, baik empirisme maupun rasionalisme , masing-masing kurang memadai, karena masih ada pernyataan yang bersifat sintetis analitis, misalnya: semua kejadian ada sebabnya. Sedangkan menurut Kant, berpikir adalah proses penyusunan keputusan yang terdiri dari subjek dan predikat.
Dengan demikian, pemikiran filsafat idealisme dibangun terutama oleh gagasan-gagasan Hegel dan Kant. Namun demikian, bangunan filsafat politik modern yang berpaham bahwa manusia dapat mengatur dunia melalui ilmu pengetahuan telah membuktikan vitalitas aliran idealisme Kantian.

5. Positivisme
Positivisme adalah doktrin filosofi dan ilmu pengetahuan sosial yang menempatkan peran sentral pengalaman dan bukti empiris sebagai basis dari ilmu pengetahuan dan penelitian.
Terminologi positivisme dikenalkan oleh Auguste Comte untuk menolak doktrin nilai subyektif, digantikan oleh fakta yang bisa diamati serta penerapan metode ini untuk membangun ilmu pengetahuan yang diabdikan untuk memperbaiki kehidupan manusia.
Salah satu bagian dari tradisin positivism adalah sebuah konsep yang disebut dengan positivisme logis. Positivisme ini dikembangkan oleh para filosof yang menamakan dirinya ‘Lingkaran Vienna’ (Calhoun, 2002) pada awal abad ke-20.
Sebagai salah satu bagian dari positivisme, positivisme logis ingin membangun kepastian ilmu pengetahuan yang disandarkan lebih pada deduksi logis daripada induksi empiris. Kerangka pengembangan ilmu menurut tradisi positivisme telah memunculkan perdebatan tentang apakah ilmu pengetahuan sosial memang harus “diilmiahkan”. Kritik atas positivism berkaitan dengan penggunaan fakta-fakta yang kaku dalam penelitian sosial. Menurut para oponen positivism, penelitian dan pengembangan ilmu atas realitas sosial dan kebudayaan manusia tidak dapat begitu saja direduksi kedalam kuantifikasi angka yang bisa diverikasi karena realitas sosial sejatinya menyodorkan nilai-nilai yang bersifat kualitatif. Menjawab kritik ini, kaum positivis mengatakan bahwa metode kualitatif yang digunakan dalam penelitian sosial tidak menemukan ketepatan karena sulitnya untuk di verifikasi secara empiris.
Tokoh-tokoh yang paling berpengaruh dalam mengembangkan tradisi positivisme adalah Thomas Kuhn, Paul K. Fyerabend, W.V.O. Quine, and filosof lainnya. Pikiran-pikiran para tokoh ini membuka jalan bagi penggunaan berbagai metodologi dalam membangun pengetahuan dari mulai studi etnografi sampai penggunaan analisa statistik.

6. Pragmatisme
Pragmatisme adalah madzhab pemikiran filsafat ilmu yang dipelopori oleh C.S Peirce, William James, John Dewey, George Herbert Mead, F.C.S Schiller dan Richard Rorty.
Tradisi pragmatism muncul atas reaksi terhadap tradisi idealis yang dominan yang menganggap kebenaran sebagai entitas yang abstrak, sistematis dan refleksi dari realitas. Pragmatisme berargumentasi bahwa filsafat ilmu haruslah meninggalkan ilmu pengetahuan transendental dan menggantinya dengan aktifitas manusia sebagai sumber pengetahuan. Bagi para penganut mashab pragmatisme, ilmu pengetahuan dan kebenaran adalah sebuah perjalanan dan bukan merupakan tujuan.
Pada awalnya pragmatisme dengan tokoh-tokohnya mengambil jalan berpikir yang berbeda antara satu dengan lainnya. Peirce, misalnya, lebih tertarik dalam meletakkan praktek dalam bentuk klarifikasi gagasan-gagasan. Peirce adalah tokoh yang menggagas konsep bahasa sebagai media dalam relasi instrumental antara manusia dengan benda. Gagasan ini kemudian disebut sebagai semiotik.
James, tokoh yang mempopulerkan pragmatism, lebih tertarik dalam menghubungkan antara konsepsi kebenaran dengan area pengalaman manusia yang lain seperti; kepercayaan dan nilai-nilai kemasyarakatan. Tokoh selanjutnya, Dewey, menjadikan pragmatisme sebagai basis dari praktek-praktek berpikir secara kritis. Pendekatan Dewey yang pragmatis dalam pendidikan, misalnya, menitikberatkan pada penguasaan proses berpikir kritis daripada metode hafalan materi pelajaran.
Sumbangan dari pragmatisme yang lain adalah dalam praktek demokrasi. Dalam area ini pragmatisme memfokuskan pada kekuatan individu untuk meraih solusi kreatif terhadap masalah yang dihadapi.

7. Konstruktvisme
Salah satu tokoh konstruktivisme adalah Giambattista Vico yang mengemukakan bahwa pengetahuan seseorang itu merupakan hasil kontruksi individu, melalui interaksi dengan objek, fenomena, pengalaman, dan lingkungannya. Jean Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh seseorang, baik melalui indera maupun melalui komunikasi. Pengetahuan dibangun secara aktif oleh individu itu sendiri.
Tokoh lain yaitu E. Von Glaserfeld yang mengemukakan bahwa pengetahuan dibentuk oleh individu tersebut sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya. The Liang Gie mengemukakan bahwa pengetahuan adalah seluruh keterangan dan ide yang terkandung dalam pernyataan-pernyataan yang dibuat mengenai suatu gejala atau peristiwa. filsafat adalah sebuah ilmu yang terus berkembang, jadi selain aliran dalam filsata diatas masih ada dan mungkin akan terus tumbuh berbagai aliran lagi kedepannya.

Referensi;
Ali Saifullah.HA. 1983. Antara Filsafat dan Pendidikan: Pengantar Filsafat Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional
Uyoh Sadulloh.1994. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: P.T. Media Iptek
Admin, 2006.
Marimba, Ahmad D., Pengantar Filsafat Pendidikan. Cet .IV. Bandung, Al-Maarief, 1980.
Drs.H.Hamdani Ihsan dan Drs.H.A.Fuad Ihsan. Filsafat Pendidikan Islam. Pustaka Setia. Bandung.
Arifin M. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta. Bumi Aksara. 1994.
Jalaluddin & Usman Said. Filsafat Pendidikan Islam; Konsep dan Perkembangan Pemikirannya. Jakarta.
Abuddin Nata, M.A., Filsafat Pendidikan Islam, Cet. I, Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 1997

metode tafsir tahlili beserta keunggulan, kelemahannya

A.    Pengertian Tafsir
         Tafsir berasal dari akar kata al-fasr (ف- س- ر) yang berarti menjelaskan, menyingkap, dan menampakkan atau menerangkan makna yang abstrak.  Dalam lisan al-’Arab dinyatakan  al-fasr (الفسر)secara leksikal berarti menyingkap sesuatu yang tertutup,  sedangkan kata  al-tafsir ( التفسير ) berarti menyingkap maksud suatu lafaz yang musykil atau pelik.[1] Di antara kedua bentuk itu,  al-fasr dan al-tafsir,  kata al-tafsir (tafsir)lah yang paling banyak dipergunakan.
         Tafsir menurut bahasa adalah penjelasan atau keterangan,[2] seperti yang bisa dipahami dari Quran S. Al-Furqan: ayat 33 sebagaimana berikut:
Ÿwur y7tRqè?ù'tƒ @@sVyJÎ/ žwÎ) y7»oY÷¥Å_ Èd,ysø9$$Î/ z`|¡ômr&ur #·ŽÅ¡øÿs? ÇÌÌÈ  
Artinya; Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya.
      Sedangkan menurut istilah, pengertian tafsir adalah ilmu yang mempelajari kandungan kitab allah yang diturnkan kepada nabi Muhammad SAW. Berikut penjelasan maknanya serta hikmah-hikmahnya. Sebagian ahli tafsir mengemukakan bahwa tafsir adalah ilmu yang membahas tentang al-qur’an dari segi pengertiannya terhadap maksud allah sesuai dengan kemampuan manusia. Secara lebih sederhana, tafsir dinyatakan sebagai penjelasan sesuatu yang diinginkan oleh suatu kata.
         Adapun pengertian tafsir secara terminologi ditemukan bahwa  para ulama berbeda-beda secara redaksional dalam mengemukakan definisinya meskipun esensinya sama.
         Al-Jurjani  misalnya mengetengahkan bahwa tafsir ialah menjelaskan makna ayat-ayat al-Qur’an dari berbagai segi, baik konteks historisnya maupun sebab turunnya, dengan menggunakan ungkapan atau keterangan yang dapat menunjuk kepada makna yang dikehendaki secara terang dan jelas. Kemudian Imam al-Zarqani mengatakan bahwa tafsir adalah ilmu yang membahas kandungan al-Qur’an dari segi pemahaman makna atau arti sesuai yang dikehendaki Allah menurut kadar kemampuan manusia.
Selanjutnya, al-Zarkasyi mengatakan bahwa tafsir adalah ilmu untuk mengetahui dan memahami kandungan al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad dengan cara mengambil penjelasan maknanya, hukum serta hikmah yang terkandung di dalamnya.[3]
         Dari beberapa definisi tersebut, dapat dikemukakan bahwa tafsir adalah upaya mengungkapkan dan menjelaskan makna ayat-ayat al-Qur’an sesuai kadar kemampuan masing-masing yang sifatnya terbatas, sehingga dapat dijumpai pelajaran, hukum, dan hikmah yang terkandung di dalam kitab suci tersebut.
         Selain kata-kata tersebut diatas, terdapat kata lain yang searti dengan kata “التفسير” yaitu kata ”الشرح” (penjelasan/komentar). Sebagian ulama, diantaranya Shubhî al-Shâlih, menyebut Nabi Muhammad SAW sebagai ”شارح الكتاب” (penyarah al-Qur’an), ketika  menyatakan bahwa tafsir al-Qur’an telah tumbuh sejak masa awal kenabian, dan Beliau adalah orang yang pertama yang memberikan syarah untuk kitab Allah SWT.[4]

B.     Metode Tafsir Tahlili
                        Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa metode tafsir ditinjau dari segi sasaran dan tertib ayat-ayat yang ditafsirkan dibagi menjadi 3 yakni: Maudu’I, Nuzuli dan tahlili. Dan pembahasan dalam pembahasan makalah ini adalah tentang metode tafsir tahlili.
Penafsiran Alquran dengan metode tahlili berarti penafsiran ayat-ayat
Alquran dengan cara memaparkan segala aspek yang terkandung di dalam ayat- ayat yang ditafsirkan, disertai penerangan makna-makna yang tercakup di dalamnya. Penerangan makna-makna tersebut bersesuaian dengan keahlian dan kecenderungan mufasir yang menafsirkannya. Dalam praktek, mufasir biasanya menguraikan makna ayat demi ayat; surat demi surat sesuai dengan urutan yang terdapat di dalam mushaf Utsmani.
Muhammad Baqir as-Shadr menyebut tafsir metode tahlili dengan tafsir tajzi’ie yang secara harfiah berarti tafsir yang penguraiannya berdasarkan bagian- bagian (parsial). [5]
                        Sebagaimana kita ketahui bahwa metode tafsir Tahlili adalah suatu metode tafsir yang bermaksud menjelasakan kandungan ayat-ayat al-Qur`an dari berbagai aspeknya dengan memperhatikan runtunan ayat-ayat al-Qur`an yang tercantum di dalam mushaf, (Shadr, 1980:10) atau suatu metode penafsiran al-Qur`an dengan memaparkan segala aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan itu serta menerangkan makna-makna yang tercakup di dalamnya sesuai dengan keahlian dan kecenderungan mufassir yang menafsirkan ayat tersebut (al-Farmawi, 1977:24).
                        Dalam metode ini, segala sesuatu yang di anggap perlu oleh seorang mufassir tahlili diuraikan, baik bermula dari penjelasan makna lafadz-lafadz tertentu, ayat per-ayat, surat per-surat, susunan kalimat, persesuaian kalimat yang satu dengan yang lain, Asbab al-Nuzul, hadits yang berkenaan dengan ayat-ayat yang ditafsirkan dan lain-lain.
                        Dan dapat disimpulkan bahwa metode tafsir tahlili yaitu menafsirkan ayat-ayat al Qur’an dengan cara urut dan tertib sesuai dengan uraian ayat-ayat dan surat-surat dalam mushaf, dari awal surat al fatihah hingga akhir surat an Naas.



C. Ciri-Ciri Metode Tafsir Tahili
Untuk mengetahui ciri-ciri tafsir metode tahlili secara lengkap salah satu caranya adalah dengan memerhatikan kitab-kitab tafsir tahlili, baik yang berbentuk ma’tsur maupun ra’y.
Kitab tafsir tahlili yang mengambil bentuk ma’tsur di antaranya:
ü  Jami’ al-Bayan ‘an Ta’wil Ayi Al-Qur’an (Ibn Jarir al-Thabari)
ü  Ma’alim al- Tanzil(al -Baghawi)
ü  Tafsir Al-Qur’an al-‘Azhim (Ibn Katsir)
ü  Al-Durr al- Mantsur fi al-Tafsir bi al-Ma’tsur (as-Suyuthi)
Adapun kitab tafsir tahlili yang mengambil bentuk ra’y di antaranya:
ü  Tafsir al-Khazin (al-Khazin)
ü  Anwar al-Tanzil wa Asrar al-Ta’wil(al -Baidhawy)
ü  al-Kasysyaf(al-Zamakhsyari)
ü  Tafsir al-Manar (Muhammad Abduh dan Muhammad Rasyid Ridha).[6]
Dari beberapa kitab tersebut, dapat disebutkan bahwa ciri-ciri tafsir
metode tahlili di antaranya:
1.      Mengemukakan korelasi (munasabah) antara ayat maupun antar surat
(sebelum maupun sesudahnya)
2.      Menjelaskan sebab-sebab turunnya ayat.
3.      Menganalisis mufradat dan lafadz dengan sudut pandang linguistik.
4.      Memaparkan kandungan ayat beserta maksudnya secara umum.
5.      Menjelaskan hal-hal yang bisa disimpulkan dari ayat yang ditafsirkan, baik
yang berkaitan dengan hukum fiqh, tauhid, akhlak, atau hal lain.
Dengan demikian, tampak bahwa penafsiran Alquran metode tahlili merupakan merupakan penafsiran yang bersifat luas dan menyeluruh (komprehensif). Dan juga dapat dimengerti, bahwa ciri yang paling inti dari tafsir metode tahlili bukan pada penafsiran Alquran dari awal mushaf sampai akhir, melainkan terletak pada pola pembahasan dan analisisnya.
                        Adapun ringkasan ciri-ciri dari metode penafsiran tahlili adalah:
Penafsiran yang mengikuti metode ini bisa mengambil bentuk ma`tsur (riwayat) atau ra`yi (pemikiran). Dalam penafsiran tersebut, al-Qur`an ditafsirkan ayat demi ayat dan surat demi surat secara berurutan, serta tak ketinggalan menerangkan Asbab An-Nuzul dari ayat-ayat yg ditafsirkan. Kemudian diungkapkan pula penafsiran-penafsiran yang pernah diberikan oleh Nabi SAW, Sahabat, Tabi’in, Tabi Tabi^in, dan para ahli tafsir lainnya dari berbagai disiplin ilmu, seperti teologi, fiqih, bahasa, sastra, dsb. Selain itu juga dijelaskan Munasabah antara ayat yang satu dengan yang lainnya. Ciri lain dari metode ini, penafsirannya diwarnai oleh kecenderungan dan keahlian mufassirnya sepert fiqih, sufi, falsafi, ilmi, adabi ijtimai, dan lain-lain.

D. Keunggulan dan kekurangan Tafsir Tahlili
                  Sebagaimana metode-metode yang ada lainnya, metode tahlili tidak lepas
dari kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari tafsir metode tahlili di antaranya:
1.       Mempunyai ruang lingkup yang luas
Sebagaimana telah disebutkan di muka, tafsir metode tahlili memungkinkan mufasir membawanya ke dalam dua bentuk:ma ’tsu r dan ra’y.Bentuk ra’y sendiri masih dapat dikembangkan menjadi berbagai
corak penafsiran sesuai dengan keahlian dan kecederungan (kejiwaan) mufasirnya. Dengan keluasan ruang lingkupnya, metodeta h lili dapat menampung berbagai ide dan gagasan dalam upaya penafsiran Alquran.
2.   Memuat berbagai ide dan gagasan
Karena keluasan ruang lingkupnya, mufasir pun relatif mempunyai kebebasan dalam mengajukan ide-ide dan gagasan-gagasan baru. Sehingga dapat dipastikan, pesatnya perkembangan tafsir metodeta h lil i disebabkan oleh kebebasan tersebut.
Selain mempunyai kelebihan, metode tahlili tidak luput dari kekurangan.
Adapun kekurangan dari metode tahlili di antaranya:
1.    Menyebabkan petunjuk Alquran (tampak) parsial
Metode tahlili memungkin mufasir memberi penafsiran yang berbeda pada satu ayat dengan ayat lain yang serupa. Hal ini disebabkan oleh kurangnya perhatian terhadap ayat-ayat atau lafadz-lafadz yang serupa. Bisa disebut, dalam metode tahlili, terdapat unsur ketidak konsistenan mufasir. Meski demikian, ketidaksonsistenan ini merupakan konsekuensi logis dari penafsiran metode tahlli, karena dalam metode ini, mufasir tidak dibebani keharusan untuk mengomparasikan ayat dengan ayat.
2. Melahirkan penafsiran subjektif
Keluasan ruang lingkup metode tahlili, selain merupakan kelebihan, juga merupakan akar dari keterpelesetan mufasir pada penafsiran Alquran secara subjektif. Entah disadari atau tidak oleh mufasir, terbukanya pintu penafsiran yang lebar pada metode ini terkadang membuat mufasir menafsirkan Alquran berdasarkan hawa nafsu dengan mengesampingkan kaidah-kaidah yang berlaku. Akibatnya, penafsiran menjadi kurang tepat, sehingga maksud ayat pun menjadi berubah.
Sikap subjektif pada penafsiran metode tahlili mencapai dominasinya terutama pada bentuk tafsir ra’y. Sehingga penafsiran bukan lagi sekadar berubah dan kurang tepat, bahkan jauh menyimpang dari maksud ayat. Umumnya, sikap subjektif tersebut berangkat dari fanatisme terhadap madzhab secara berlebihan.
Kuatnya dominasi penafsiran subjektif, tidak lain juga merupakan konsekuensi logis dari metodeta h lili, karena dalam metode ini, sikap subjektif mendapat tempat lebih luas dibanding pada metode penafsiran yang lain. Kondisi demikian akhirnya membuat metode ini dirasa kurang representatif dari sudut pandang objektivitas dan signifikansi keilmuan.
3. Membuka pintu masuk pemikiran Israiliyyat
Masuknya orang-orang Yahudi ke dalam lingkungan Islam, memiliki andil besar tersebar luasnyaIsra iliy y at.[7]  beserta pengaruhnya di kalangan umat Islam, tidak terkecuali di kalangan mufasir. Kaitannya dengan tafsir metode tahlili, keluasan ruang lingkup metode tahlili berimbas pada keleluasaan mufasir dalam mengajukan ide, gagasan, dan pemikiran. Termasuk juga pemikiran Israiliyyat.
Sebenarnya tidak ada masalah dengan Israiliyyat sepanjang keberadaannya tidak dikaitkan dengan upaya pemahaman Alquran (penafsiran). Tapi bila terjalin hubungan antara Israiliyyat dengan penafsiran Alquran, terbentuklah opini tunggal: kisah Israiliiyat tersebut merupakan petunjuk Allah. Padahal, belum tentu ada kecocokan antara kisah Israiliyyat tersebut dengan maksud Allah.
Perlu diketahui bahwa Secara etimologi, Israiliyyat berasal dari kata Israil yang merupakan kata nisbah kepada bani Israil. Israil berasal dari bahasa Ibrani yang berarti hamba Allah. Secara terminologi, Israiliyyat merupakan budaya Yahudi yang bersumber dari Taurat, abur, Asfar Musawiyah, dan Talmud, termasuk seluruh keterangannya yang berisi dongeng dan khurafat yang dikembangkan oleh Yahudi dari masa ke masa.[8]

E. Urgensi Metode Tahlili
Meskipun mengandung kekurangan dan mengundang kedatangan sisi negatif, keberedaan metode tahlili harus diakui bahwa metode tafsir tahlili ini telah memberikan sumbangan besar bagi pelestarian dan pengembangan khazanah intelektual Islam, khususnya di bidang tafsir Alquran. Berdasarkan fakta yang ada, metode ini telah melahirkan karya-karya besar dan monumental. Sehingga, urgensitas metode ini harus diakui. Hanya saja, perlu untuk diketahui di mana letak dari urgensi metode ini.
Dikarena metode tahlili menjelaskan kandungan Alquran dari berbagai segi, maka dapat dikatakan, metode tahlili lebih dapat diandalkan jika tujuan yang ingin dicapai adalah pemahaman yang luas (pemahaman dalam berbagai aspek) terhadap kandungan Alquran. Dengan kata lain, urgensi metodeta h lili terletak pada keberadaannya yang mampu memberi pemahaman lebih luas (berbagai aspek) dibanding dengan metode tafsir yang lain.




[1] Mahmud Basuni Fauzah, al-Tafsir wa Munahijuh, diterjemahkan oleh H.M. Moctar Zoerni dan abdul Qadir Hamid dengan judul Tafsir-Tafsir al-Qur’an  : Perkenalan dengan metodologi Tafsir (Cet. I ; Bandung : Pustaka, 1987), h.1
[2] Ibrahim Anis. al-Mu’jam al-Wasi¯, Juz II (Cet.II; Kairo :  tp, 1972), h. 688.
[3] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam (Cet. III ; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999), h. 162.
[4] Amin Suma, Studi Ilmu-ilmu… hlm. 16-17
[5] Salahuddin Hamid, Study Ulumul Qur’an, Hal. 325.
[6] Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an, Hal. 32.
[7] Salahuddin Hamid, Study Ulumul Qur’an, Hal. 350.

[8] Salahuddin Hamid, Study Ulumul Qur’an, Hal. 350