Bahst Al Kutb (Tarjamah Falsafah ibn
Thufail, hal: 112)
HAKIKAT SUATU BENTUK
Hayy ibn yaqdhan berfikir “apakah ada satu sifat yang umum
untuk semua benda (baik hidup ataupun mati)?????. Namun ia tidak menemukan hal
tersebut, kecuali arti tambahan saja yang terdiri dari 3 aspek, yang
diumpamakan dengan panjang, lebar dan dalam. Yang diketahui bahwa, 3 aspek
tersebut dipakai dalam penggunaan jisim atau benda. Namun, panca-indera tidak
menjadikan suatu benda memiliki satu sifat atau satu arti saja, hingga tidak
ada arti tambahan untuk meluaskan suatu pengertian, yang menjadikan seluruh
benda sepi dari semua gambaran (yakni pengertian atau arti yang lain).
Kemudian hayy ibn yaqdhan berfikir tentang perluasan arti
pada 3 aspek tersebut, apakah hal terebut merupakan arti yang sesungguhnya dan
tidak ada arti lain atau tidak ada perumpamaan arti yang seperti itu???. Dan
pada akhirnya, ia berpendapat bahwa: ada pengertian lain selain pengertian yang
dikemukakan tersebut!!!!!!. Sesungguhnya
suatu perluasan arti, tidak mungkin ada dengan sendirinya tanpa adanya suatu
(arti pokok) sebagai penopangnya, dan tidak mungkin ada suatu arti yang tidak
memiliki arti lain. Hal tersebut, diumpamakan dengan beberapa benda yang bisa
disentuh dan juga memiliki suatu gambaran. Misalnya: tanah. Ia berpendapat,
bahwa: ketika tanah dijadikan bentuk seperti bola. Maka, bola tersebut memiliki
kadar panjang, lebar, dan kedalaman tertentu. Dan ketika bola tersebut diganti
menjadi bentuk kubus atau oval. Maka, bentuk dan ukurannyapun harus diganti,
begitu juga dengan yang lainnya. Dan jika tanah itu tidak dirubah bentuknya,.
Maka, ukurannyapun berbeda dengan perumpamaan yang tadi. Yakni: sesuai dengan
ukuran tanah itu sendiri, dan tidak mungkin ukuran suatu tanah sama dengan
ukuran tanah yang dijadikan bentuk tertentu (misalnya dirubah menjadi bentuk
seperti bola, kubus, dan oval) karena hal tersebut sudah menjadi ketentuan atau
hakikat dari suatu tanah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar