Senin, 08 Februari 2016

hadist tentang dzikir sesudah shalat fardu dalam kitab al-azka an nawawiyyah/ study analisis sanad dan matan

HADIS TENTANG ZIKIR SESUDAH SHALAT FARDHU DALAM KITAB AL-AZ|KA<R AL-NAWAWIYYAH

(Studi Analisis Sanad Dan Matan)

abstraks: 
TAFSIR HADITS
ABSTRAK
Zikir yang merupakan aktifitas dalam mengingat Allah, apabila kita cermati lebih dalam masih dipahami dengan mewiridkan bacaan-bacaan tertentu bahkan dengan jumlah tertentu pula. Hal semacam itu memang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw, akan tetapi masih banyak masyarakat yang belum dapat memahami hakikat zikir itu sendiri serta belum dapat menghadirkan hati dalam berzikir dan masih berpatok pada banyaknya lafal zikir yang diucapkan. Maka harus benar-benar kita pahami anjuran atau contoh-contoh Rasulullah saw melalui beberapa hadisnya. Problem dalam hadis tersebut perlu diselesaikan untuk kesempurnaan pelaksanaan ibadah.
Terdapat sebuah kitab yang menjadi acuan sebuah pondok pesantren dalam hal pelaksanaan ibadah. Kitab tersebut adalah kitab al-Az\ka>r al-Nawawiyyah karya al-Nawawi. Di dalam kitab tersebut terdapat beberapa hadis tentang zikir sesudah shalat fardhu. Akan tetapi, terdapat satu hadis yang menjadi permasalahan tentang pengamalannya.
Tema atau isi dari riwayat-riwayat tersebut adalah mengenai berzikir sesudah shalat fardhu dengan mengucapkan tasbi>h}, tah}mi>d dan takbi>r masing-masing sebanyak tiga puluh tiga kali sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah saw. Sebagaimana diketahui bersama bahwa zikir merupakan ibadah dan ibadah itu harus sesuai dengan contoh yang diajarkan Rasulullah saw, maka untuk menuju ke arah itu tentunya dibutuhkan sebuah penelitian secara khusus terhadap riwayat tersebut, sehingga dapat dikemukakan kejelasan mengenai nilai dan kehujjahannya.
Penilaian tersebut adalah penelitian sanad dan matan hadis dengan menggunakan kaidah ke-sah}i>h}-an hadis yang dikemukakan oleh para ulama sebagai acuan.
Sebagai proses pencarian mengenai keberadaan hadis-hadis, penulis menggunakan metode takhri>j al-h}adi>s\. Untuk meniliti biografi para periwayat, penulis menggunakan kitab-kitab rija>l al-h}adi>s\, serta untuk membantu proses analisa digunakan kitab-kitab ‘ulu>m al-h}adi>s.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Sunnah adalah sumber kedua setelah al-Qur’an dalam penetapan hukum-hukum fiqih dan syari’at. Karena itu,pembahasan tentang al-Sunnah, sebagai dasar serta dalil bagi hukum-hukum syari’at, dilakukan secara luas dalam semua kitab Us}u>l al-Fiqh dan dari semua mazhab. Sedemikian pentingnya, sampai-sampai al-Auza’iy (w.157H) menyatakan bahwa al-Qur’an lebih membutuhkan al-Sunnah dibandingkan dengan kebutuhan al-Sunnah kepada al-Qur’an. Hal itu mengingat bahwa al-Sunnah merupakan penjelas bagi al-Qur’an, merinci apa yang disebutkan oleh al-Qur’an secara garis besar, membatasi apa yang perlu dibatasi dan mengkhususkan apa yang disebut oleh al-Qur’an secara umum.
Dalam hal zikir, Islam sangat memperhatikan masalah ibadah, termasuk di dalam ibadah yaitu zikir atau z\ikrulla>h, berzikir kepada Yang Maha Pemberi dan mensyukuri karunia-Nya merupakan sesuatu yang fitrah bagi seorang hamba. Sebagaimana dalam QS al-Baqarah ayat 152, yang berbunyi:
?????????????? ???????????? ????????????? ??? ???? ??????????? ?????
Artinya:
“Karena itu ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku”.
Secara bahasa, zikir berarti ingat. Mengingat Allah di manapun seorang hamba berada, akan tetapi dalam proses merealisasikan rasa ingat kepada Allah sangatlah beragam dan tergantung pada kondisi saat seorang hamba mengingat Allah. Sebagai contoh, pada saat seorang hamba melihat keindahan alam, kemudian mengagumi keindahan alam itu karena ciptaan Allah maka saat itu seorang hamba sedang zikir (ingat) kepada Allah. Seorang hamba diuji dengan berbagai cobaan oleh Allah, dia berserah diri kemudian melakukan salat malam, membaca al-Qur’an serta berdoa, maka saat itu seorang hamba tersebut zikir (ingat) kepada Allah.
Zikir sesudah shalat fardhu, berarti mengingat Allah sesudah shalat fardhu, dalam hal ini zikir (ingat) kepada Allah direalisasikan dengan melafalkan tasbi>h}, tah}mi>d dan takbi>r masing-masing sebanyak tiga puluh tiga kali sesudah salat fardu. Secara umum Al-Qur’an memerintahkan untuk mengingat Allah sebanyak-banyaknya sebagaimana disebutkan dalam Surat al-Ahzab ayat 41-42
??????????? ????????? ?????????? ??????????? ???? ??????? ???????? ???????????? ???????? ?????????
Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang”.
Dapat dipahami bahwa sebagai seorang hamba maka harus selalu ingat pada Penciptanya di manapun dan kapanpun, tidak terhitung banyaknya tanpa batas waktu. Akan tetapi, ada sebagian orang yang memahami kata “sebanyak-banyaknya” tersebut diwujudkan dengan jumlah banyaknya suatu lafal atau bacaan, puji-pujian kepada Allah yang diucapkan.
Seperti halnya dengan zikir sesudah shalat fardhu, kenyataan menunjukkan bahwa kaum muslim melakukan zikir (ingat) kepada Allah sesudah shalat fardhu dengan melafalkan tasbi>h}, tah}mi>d dan takbi>r masing-masing sebanyak tiga puluh tiga kali. Dalam hal ini terdapat sebuah hadis yang menyatakan bahwa mengucapkan tasbi>h}, tah}mi>d dan takbi>r masing-masing sebanyak tiga puluh tiga kali setelah salat fardu maka derajat pahalanya dapat menyamai orang yang bersedekah, berhaji dan berumrah bahkan dapat menghapus dosa walaupun sebanyak buih di lautan.
Hadis tersebut terdapat di dalam kitab al-Az\ka>r al-Nawawiyyah karya Imam Nawawi, yang mana telah dijadikan kitab acuan oleh beberapa pondok pesantren dalam ibadah. Hadis tersebut telah diamalkan dan dijadikan pedoman paten oleh sebuah pondok pesantren yang memang telah banyak menggunakan karya-karya Imam Nawawi, sehingga muncul penilaian dari kalangan pesantren tersebut bahwa seseorang yang tidak berzikir dengan mengucapkan tasbi>h}, tah}mi>d dan takbi>r masing-masing sebanyak tiga puluh tiga kali sesudah salat fardu, berarti zikirnya belum sempurna bahkan hanya mendapatkan sedikit pahala.
Berikut ini adalah teks hadis zikir sesudah salat fardu :
?? ??? ????? ??? ???? ???? ?? ????? ????????? ???? ???? ???? ??? ???? ???? ???? ?????? : ??? ??? ?????? ???????? ????? ??????? ??????? ????? ???????? ??????? ???????? ???? ??? ?? ????? ????? ??????????? ???????? ????????? ???? : ??? ?????? ?????? ???? ?? ?? ????? ??????? ?? ?????? ??????? ??? ???? ???? ????? ??? ??? ??????? ? ????? : ?? ?????? ???? ??? : ?????? ??????? ??????? ??? ?? ???? ????????? ???
Terjemahan hadis :
“Dari Abu Hurairah r.a. : beberapa orang fakir menemui Nabi Muhammad saw. dan berkata, “orang-orang kaya akan mencapai derajat yang tinggi dan kesenangan yang tetap, dan mereka mengerjakan salat seperti kami dan puasa seperti kami pula. Mereka memiliki harta yang lebih sehingga bisa melaksanakan ibadah haji dan umrah, berperang di jalan Allah, dan berderma”. Nabi saw. bersabda, “ maukah ku katakan sesuatu kepada kalian yang apabila kalian kerjakan kalian akan mampu mengejar orang-orang yang mendahuluimu? Tak ada yang akan melampaui kalian dan derajat kalian akan lebih baik dari orang-orang yang hidup bersama kalian kecuali yang mengerjakan hal yang sama. Ucapkanlah tasbi>h},tah}mi>d dan takbi>r masing-masing tiga puluh tiga kali setiap kali selesai mengerjakan salat”.
Berangkat dari fenomena di atas, dirasa perlu untuk dikaji lebih jauh mengenai kualitas hadis Nabi tentang zikir sesudah salat fardu. Karena bagaimanapun hadis sebagaimana al-Qur’an merupakan sebagian realitas tradisi keilmuan yang dibangun Rasulullah dan para sahabatnya, sehingga memahami teks hadis yang ditarik dan dipisahkan dari asumsi-asumsi sosio-historis , sangat mungkin akan terjadi distorsi informasi atau bahkan salah paham.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas dan untuk lebih memfokuskan penelitian ini, maka penulis merumuskan dua pokok permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana kualitas sanad dan matan hadis tentang zikir sesudah shalat fardhu dalam kitab al-Az\ka>r al-Nawawiyyah ?
2. Bagaimana kontekstualisasi hadis tersebut sebagai pedoman sehari-hari?
C. Tujuan dan kegunaan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk memperoleh kejelasan secara komprehensif nilai sanad dan matan hadis tentang zikir sesudah shalat fardu dalam kitab al-Az\ka>r al-Nawawiyyah.
2. Untuk mengetahui kontekstualisasi hadis tersebut dalam kehidupan masyarakat sehagai pedoman sehari-hari.
Adapun kegunaan dari penelitian ini antara lain:
1. Diharapkan dapat menyumbangkan suatu pemikiran problematika yang mengitari para pemerhati hadis dalam memahami dan menginterpretasikan suatu hadis, sehingga terbuka jalan yang seluas-luasnya berbagai pendekatan dalam memahami maksud hadis.
2. Sebagai upaya mengembangkan ilmu pengetahuan pada aspek pemahaman terhadap hadis Nabi, terutama yang berkaitan dengan problematika zikir sesudah shalat fardhu.
D. Telaah Pustaka
Pembicaraan mengenai zikir sesungguhnya tidak banyak menarik perhatian orang, padahal kalau kita cermati dalam realitanya zikir merupakan sebuah fenomena spiritual yang menyimpan rahasia bagi pelakunya.
Beberapa buku yang membahas mengenai zikir antara lain adalah “Dzikir Demi Kedamaian Jiwa: Solusi Tasawuf atas Problematika Manusia Modern” karya M. Afif Anshori. Buku ini mengungkapkan aktivitas kelompok-ketompok tasawuf dan tata cara mereka melakukan zikir. Dalam buku ini dikatakan ada sebagian kelompok tasawuf yang mengajarkan zikir nafi> isba>t. Zikir ini diucapkan dalam bentuk jahar (keras). Dengan frekuensi sebanyak 165 kali setiap sesudah s}alat fard}u.
Buku berjudul “Dzikir dan Doa dalam al-Qur'an” karya Rifyal Ka’bah. Mengungkapkan pentingnya berzikir pada manusia. Al-Qur'an adalah zikir yang utama, zikir yang bijak, dan zikir yang diberkati. Allahlah yang menurunkan zikir tersebut dan Allah pulalah yang memeliharanya. Dalam buku ini juga disebutkan beberapa dasar dari ayat-ayat al-Qur'an dan hadis Nabi.
Eka Widianto dalam skripsinya yang berjudul “Zikir dalam Pustaka Centhini”, menjelaskan tentang zikir yang diajarkan kitab-kitab Islam kejawen, berkesimpulan bahwa zikir yang diajarkan Syeh Amongraga tokoh ulama dalam Pustaka Centhini dipahami sebagai ngelmu dan laku batin yang didasari pandangan jawa, sehingga zikir merupakan laku mistik dalam kebudayaan jawa yang juga merupakan unsur terpenting dalam keagamaan para priyayi Jawa sebagai senjata ampuh memperkokoh wibawa dan kekuasaan raja. Pustaka Centhini tidak bisa dijadikan sebuah rujukan dalam berzikir dalam hubungannya dengan Tuhan, tetapi dijadikan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang tasawuf dan agama Islam pada umumnya.
Shofwatul Mala dalam skripsinya yang berjudul “Hadis Nabi tentang Larangan Berzikir dengan Suara Keras (Studi Ma’anil Hadis)”, berkesimpulan bahwa baik zikir dengan suara keras maupun dalam hati itu tidaklah kontradiklif, akan tetapi dapat dikompromikan, yakni pada prinsipnya menyaringkan suara ketika berzikir itu disyari’atkan, namun jika ada ayat al-Qur'an atau hadis Nabi yang tampaknya melarang menyaringkan suara ketika berzikir, sebenarnya yang dilarang itu jika menyaringkan atau mengeraskan suaranya dengan keterlaluan atau berlebih-lebihan.
Kemudian literatur-lileratur yang membahas tokoh al-Nawawi antara lain adalah Muhammad Dede Rudliyana dalam bukunya yang berjudul “Perkembangan Pemikiran ‘Ulum al-Hadis dari Klasik sampai Modern”, menjelaskan tentang pemetaan perkembangan pemikiran ilmu hadis menjadi tiga fase; fase klasik, pertengahan dan modern. Rudliyana memasukkan al-Nawawi sebagai ulama yang hidup pada periode pertengahan. Dalam karyanya, ia juga menjelaskan tentang karya-karya para ulama ahli hadis dari masa klasik sampai modern, bahkan ulama ahli hadis Indonesia juga menjadi bahasannya. Pada buku ini juga dilampirkan tabel-tabel tentang perkembangan ilmu hadis dan tabel perbandingan antara karya-karya tersebut baik yang ada di dunia Islam pada umumnya, maupun Indonesia. Dalam buku ini dijelaskan mengenai karya-karya ulama hadis dari masa klasik sampai modern. Termasuk di dalamnya menjelaskan karya ulama hadis Imam al-Nawawi.
Abdullah Adib dalam skripsinya yang berjudul “Nilai Kehujjahan Hadis Wara’ Zuhud, dan Qasr al-'Amal dalam Kitab al-'Arba’in al-Nawawi: Studi Kritik Sanad dan Matan”, menjelaskan salah satu karya al-Nawawi dalam bidang ilmu hadis riwayah, yaitu al-Arba’in al-Nawawi. Skripsi ini menggunakan penjelasan tematik yaitu hanya terfokus pada satu tema dalam kitab al-Arba'in al-Nawawi. Dalam skripsi ini tidak ditemukan penjelasan yang rinci tentang kitab al-Az\ka>r, kecuali sebatas menyebutkannya sebagai salah satu dan karya al-Nawawi.
Oki Herawan Saputra dalam skripsinya yang berjudul “Majaz dalam Hadis al-Arba’in al-Nawawiyyah”, menjelaskan salah satu karya al-Nawawi yaitu al-Arba’in al-Nawawiyyah bahwa dalam kumpulan hadis tersebut terdapat kata-kata yang mengandung majaz. Skripsi ini juga tidak menjelaskan tentang kitab al-Az\ka>r.
Ade Fathurrohman dalam skripsinya yang berjudul “Kitab al-Taqri>b wa al-Taisi>r Li Ma’rifah Sunan al-Basyir al-Naz\ir karya al-Nawawi dan kedudukannya dalam Khazanah ilmu hadis”, menjabarkan kelebihan dan kekurangan kitab al-Taqri>b dengan aspek-aspek yang mempengaruhi dalam khazanah ilmu hadis.
E. Metode Penelitian
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan jenis penelitian pustaka (Library Research), maka teknik yang akan digunakan adalah pengumpulan data secara literer, yaitu penggalian bahan pustaka yang sesuai dan berhubungan dengan objek pembahasan. Adapun sifat penelitian ini adalah deskriptif-analitik yaitu dengan mengumpulkan data-data yang ada, kemudian mengadakan analisa yang interpretatif. Setelah data-data terkumpul, maka tahap selanjutnya adalah pengelolaan data-data tersebut sehingga penelitian dapat terlaksana secara rasional, sistematis dan terarah.
Adapun langah-langkah penelitian sanad hadis adalah sebagai berikut:
1. Takhri>j al-H{adi>s\
Takhri>j al-H{adi>s\ yaitu penelusuran atau pencarian hadis pada berbagai kitab sebagai sumber asli dan hadis yang bersangkutan, yang dalam sumber itu dikemukakan secara lengkap matan dan sanad hadis yang bersangkutan, Metode takhri>j yang digunakan ada dua, yaitu: pertama metode takhri>j hadis melalui lafaz (takhri>j al-h}adi>s\ bi lafaz\) dan yang kedua, metode takhri>j hadis melalui topik (takhri>j al-h}adi>s\ bi al-ma'na).
2. Kritik Sanad dan Matan
a. Langkah-langkah untuk meneliti sanad yaitu:
1) Meneliti pribadi para periwayat dan metode periwayatannya (s}i>gah tah}amul wa al-ada>').
2) Mengaplikasikan teori al-jarh} wa al-ta'di>l
3) Meneliti tentang ‘llat dan Sya>z
4) Mengambil kesimpulan.
b. Langkah-langkah untuk meneliti matan yaitu:
1) Meneliti matan setelah melihat kualitas sanad.
2) Meneliti susunan lafaz berbagai matan semakna.
3) Meneliti kandungan hadis
4) Mengambil kesimpulan
Adapun sumber-sumber yaug akan dirujuk sebagai acuan dalam penelitian ini adalah sumber-sumber dokumenter yang terbagi ke dalam dua kelompok. Data primer dalam penelitian ini adalah kitab al-Az\ka>r Al-Nawawiyyah. Sedangkan sumber sekunder adalah data dokumen tidak langsung yang menjelaskan data primer yang telah dikumpulkan sebelumnya. Dalam penelitian ini, data sekunder yang akan dirujuk adalah data-data dokumenter yang menurut penulis memiliki relevansi untuk dijadikan sumber-sumber penunjang.

F. Sistematika Pembahasan
Agar tidak memperluas obyek penelitian dan lebih terarah, maka disusun rumusan sistematika pembahasan sebagai berikut:
Diawali dengan bab I sebagai Pendahuluan kajian skripsi ini, penyusun berusaha memaparkan tema yang akan dibahas dan langkah-langkah yang hendak dilakukan dalam skripsi ini untuk mengantarkan kepada analisa. Dimulai dari Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan dan Kegunaan Penelitian, Telaah Pustaka, Metode Penelitian dan Sistematika Pembahasan.
Pada bab II dikaji mengenai biografi pribadi dan intelektualitas al-Nawawi serta gambaran umum kitab al-Az\ka>r al-Nawawiyyah. Untuk mengantarkan pada pembahasan yang sistematis, pada Bab ini diawali dengan uraian mengenai pribadi al-Nawawi yang meliputi biografi, aktifitas keilmuan, guru dan muridnya, serta karya-karya al-Nawawi, selanjutnya pada sub-bab berikutnya dikaji mengenai kitab al-Az\ka>r al-Nawawiyyah karya al-Nawawi untuk mengantarkan kepada pemahaman isi daripada kitab tersebut.
Penulis berusaha memaparkan Latar Belakang Penulisan Kitab, Penamaan Kitab, dan Isi Kitab. Bab ini sebagai langkah awal untuk memahami isi kitab al-Az\ka>r al-Nawawiyyah beserta pengarangnya yang merupakan pokok daripada penelitian skripsi ini.
Melangkah pada bab III yaitu tentang Takhri>j al-H{adi>s\ yang merupakan suatu tahapan dalam meneliti hadis, diawali dengan pengertian serta metode penyelesaian yang telah dilakukan oleh para ulama. Kemudian pada sub-bab berikutnya tentang “Hadis zikir sesudah shalat fardhu” secara keseluruhan yang di dalamnya dipaparkan mulai dari : Redaksi Hadis, Tah}amul wa al-Ada>’, serta Skema Sanad hadis. penulis berusaha mengkaji dan menganalisa lebih jauh hadis tentang zikir sesudah shalat fardhu ditinjau dari segi sanad, diawali dengan menilai seluruh periwayat hadis sehingga diketahui kualitas sanadnya.
Memasuki bab IV, yaitu kritik matan, proses ini dilakukan agar dapat memahami matan hadis sehingga dapat diketahui maksud daripada hadis tersebut dan terhindar dari pemahaman yang rancu atau membingungkan. Bab ini ditutup dengan kontekstualisasi hadis zikir sesudah shalat fardhu tersebut, untuk menghantarkan pada pemahaman zikir serta pelaksanaannya sesudah shalat fardhu dalam masyarakat.
Bab V sebagai penutup, penulis berusaha menyimpulkan dari analisa yang telah dikemukakan sebagai hipotesa dalam menyelesaikan masalah, serta berisi saran-saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan penelitian ini, dan diakhiri dengan kata penutup.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar