A. Teknik
penerjemahan sebagai penjabaran posedur transposisi
Newmark (1988: 85) mengemukakan bahwa transposisi merupakan prosedur
penerjemahan yang berkenaan dengan perubahan aspek gramatikal dari bahasa
sumber (BS) ke bahasa penerima (BP).Dengan demikian,yang dimaksud dengan
transposisi dalam uraian ini adalah bentuk- bentuk perubahan fungsi sintaksis
dan kategori kata dari bahasa Arab ke bahasa Indonesia.
Didalam bahasa Arab,istilah fungsi sintsksis merujuk pada tugas yang
senantiasa dilakukan oleh suatu unsur linguistic dalam sebuahalimat (Badri,1988:26).Misalnya, fungsi na’at
(sifat) vertugas menyifati man’ut (yang disifati)dan khabar (predikat)
menerangkan mubtada’(subjek).
Demikianlah, pembahasan berikut ini terfokus pada cara- cara
mentranposisikan fungsi sintaksis dan kategori kata dari klaimat bahasa Arab ke
kalimat bahasa Indonesia .
- Teknik Transfer
Merupakan cara
penerjemahan dengan mengalihkan fungsi sintaksis,kategori, dan kata sarana dari
BS ke BP.
- Teknik Transmutasi
Teknik ini dapat
dirumuskan sebagai cara penerjemah dengan mengubah pola urutan fungsi dan
kategori dengan memindahkan tempatnya, baik dengan mendahulukan maupun
mengakhirkan salah satu unit gramatikal. Dalam penerjemahan BA ke BI, pemindahan
urutan ini terjadi pada pola S- P menjadi P- S, dari P- S menjadi S- P, dan
dari pola KS + P menjadi KS + S.
- Teknik Reduksi
Reduksi merupakan teknik penerjemahan yang dilakukan dengan cara
mengurangi atau membuang unsure gramatikal BS didalam BP. Dalam penerjemahan BA ke BI, teknik ini tampak pada pengurangan pola
P-S menjadi P dan pola P-(S) menjadi P.
- Teknik Ekspansi
Ekspalansi merupakan teknik penerjemahan yang ditandai dengan
mengeksplesitkan unsur linguistic BS di dalam BP, sebagaimana terlihat dari
pola perubahan P-(S) menjadi S-P.
- Teknik Substitusi
Substitusi merupakan teknik penggantian fungsi unsure kalimat BS dengan
fungsi lain tatkala kalimat itu direstrukturisasi di dalam BP, sebagaimana
terlihat dari penggantian P dengan K pada kalimat nomina BS yang berpola P- S.
Teknik penerjemahan sebagai penjabaran prosedur ekuivalensi
Dalam bidan penerjemahan, istilah ekuivalensi yang
bersinonim dengan padanan mengacu pada beberapa konsep berikut ini.
Pertama, ekuivalensi merupakan tujuan atau produk dari proses
penerjemahan. Kedua, prosedur ini digunakan untuk menerjemahkan kosa kata
kebudayaan di dalam bahasa penerima dengan cara yang sedapat mungkin mendekati
makna yang sebenarnya di dalam bahasa sumber.
- Teknik Korespondensi
Teknik ini dapat dirumuskan sebagai teknik penyamaan konsep BS dengan BP
melalui penerjemahan kata dengan kata dan frase dengan frase, yang berlandaskan
asumsi bahwa ada kesamaan konseptual antara keduanya. Kadang- kadang teknik ini
didahului dengan penyamaan dua kata BS yang kemudian dikorespondensikan dengan
kata BP. Hal ini menyebabakan kekurang tepatan dalam mereproduksi makna BS
dalam BP.
- Teknik Deskripsi
Merupakan teknik penerjemahan dengan menjelaskan makna kata BS di dalam
BP seperti tampak pada perubahan kata menjadi frase atau frase yang sederhana
menjadi frase yang kompleks. Teknik ini lebih mampu mengungkapkan makna BS
daripada teknik korespondensi.
- Teknik Integratif
Merupakan pemekaian dua teknik sekaligus dalam mereproduksi makna BS di
dalam BP. Teknik deskripsi biasanya menjadi cara yang pokok, sedangkan teknik
lainnya hanyalah sebagai tambahan.
Di antara ketiga teknik tersebut, deskripsi dan
integrasi merupakan teknik yang lebih mampu mengungkapkan makna istilah BS di
dalam BP dari pada teknik korespondensi.
5. Problematika terjemahan
Kesulitan kebahasaan terfokus pada gejala interferensi antara bahasa Arab
dan bahasa Indonesia berikut factor- factor penyebabnya, sedangkan aspek
nonkebahasaan menyangkut lemahnya penguasaan penerjemah akan bahasa sasaran dan
teori terjemah serta minimnya sarana penunjang. Adapun masalah kebudayaan
bertalian dengan kesulitan mencari padanan antara dua budaya yang berbeda.
v
Masalah Interferensi dalam
Terjemah
-
Terjemahan yang tidak gramatis
karena kesalahan urutan kata atau kelompok kata dalam kalimat atau klausa
-
Terjemahan yang tidak gramatis
karena mengandung unsure yang tidak perlu
-
Kategori terjemahan yang tidak
gramatis. Hal ini mungkin disebabkan oleh kerumitan struktur nas sumber
-
Terjemahan yang kurang tepat
karena menggunakan ungkapan yang tidak lazim dalam bahasa Indonesia
-
Terjemahan yang dapat menimbulkan
salah faham.
Gejala- gejala interferensi di atas timbul karena ketidak konsistenan
penerjemah dalam menerapkan kaidah bahasa penerima, yaitu bahasa Indonesia .
v
Masalah Teoritis
Kegiatan penerjemah juga merupakan kegiatan yang kompleks karena
melibatkan berbagai kemampuan secara bersamaan dan simultan. Diantara kemampuan
itu ialah penguasaan dua bahasa, kemampuan teoretis, pengetahuan mengenai
berbagai hal, dan intuisi.
Kesulitan tersebut semakin kompleks tatkala penerjemah
tidak menemukan cara untuk mengatasi masalahnya. Artinya, penerjemah kurang
menguasai teori terjemah. Teori ini sangat diperlukan dalam proses reproduksi
pesan bahasa sumber di dalam bahasa penerima dengan padanan yang paling wajar
dan paling dekat, baik dari segi arti maupun gaya . Pada gilirannya hal ini menimbulkan
rendahnya kualitas terjemah.
v
Masalah Kosakata Kebudayaan
dan Metafora
Secara teoritis, kosa kata kebudayaan perlu diterjemahkan dengan cara
tersendiri, Yang dimaksud dengan kosa kata kebudayaan adalah ungkapan yang
menggambarkan tradisi, kebiasaan, norma, dan budaya yang berlaku di kalangan
penutur bahasa sumber. Termasuk kedalam kelompok ini ialah kebiasaan berbahasa
para penutur bahasa sumber.
Sedikitnya ada delapan aspek yang perlu disiapkan dalam menyelesaikan
persoalan kosakata.[1]
1. Memanfaatkan kamus, baik buku maupun alat elektronik, adalah
salah satu pemecahan ketika manghadapi persoalan kosa kata
2.
Sebaiknya memilih kamus yang
proporsional, serta relevan dengan tingkat kesulitan dan jenis materi teks
sumber
3.
Dalam kamus Arab-Indonesia, kamus
Arab-Inggris, atau kamus Arab ke dalam bahasa lain, urutan kosa-kata dalam
kamus-kamus tersebut secara umum data dibagi ke dalam dua kelompok. Pertama,
kamus dengan urutan kosa kata Arab yang dikembalikan kepada kata pokoknya yakni
fi’il madzi (kata kerja lampau). Kedua, kamus yang
meletakkan urutan kosa kata Arab sesuai dengan keadaanya.
4.
Untuk menghemat waktu, atau agar
tidak terlalu sering membuka kamus, penerjemah sebaiknya tidak tergesa-gesa
mencari di kamus ketika menemukan kosa kata yang belum di ketahui artinya.
5.
Tips lain agar tidak terlalu
sering membuka kamus adalah menjaga hafalan setiap kosa kata yang pernah di
lihat dari kamus. Cara efektif untuk mengingatnya adalah menulis kosa kata itu
dalam buku tersendiri.
6.
Di dalam kamus Arab-Indonesia
sering di jumpai satu kata Arab memiliki makna yang cukup banyak. Kadang-kadang
dengan makna yang terasa sangat berbeda, dan bahkan maknanya ada yang
berlawanan antara satu sama laannya. Penerjemah harus memilih salah satu makna
yang di pandang paling tepat dan sesuai dengan konteks kalimat dan arah teks
yang di terjemahkan.
7.
Kosa kata menjadi konsep sentral
perlu memperoleh perhatian khusus, yakni menerjemah kata tersebut secermat dan
setepat mungkin, kesalahan dan inkonsistensi penerjemah dapat mengakibatkan
kesalahan yang sangat fatal.
8.
Penerjemah hendaknya
mengoptimalkan pemahaman pada sekitar 10-20% pertama dari teks Arab.
v
Masalah Transiliterasi
Kesulitan transiliterasi nama- nama asing disebabkan tiadanya aturan yang
konsisten yang dapat dijadikan pegangan, karena transiliterasi ini didasarkan
atas simakan orang Arab, bukan atas tulisan [ transkirpsi].
Untuk menghadapi masalah seperti itu, kiranya
penerjemah dapat merujuk Encyclopaidic Dictionary of Scientist and Inventors
karya Ibrahim Badran dan Muhammad Faris.
Demikianlah, tidak ada cara yang paling ampuh untuk
mengatasi berbagai masalah penerjemahan. Yang dapat dilakukan untuk
meminimalkan masalah ini ialah dengan banyak membaca dan menjadi orang
generalis.
v
Masalah Tanda Baca
Masalah penerjemahan Arab- Indonesia yang lazim dijumpai adalah berkenaan
dengan adanya gejala interferensi pada terjemahan, kenisbian dan keterbatasan teori
penerjemahan, kesulitan dalam mencari padanan makna bagi kosa kata agama dan
kebudayaan, keragaman pedoman transliterasi Arab- Indonesia dan perbedaan
grafologis antara bahasa Arab dan bahasa Indonesia.
Masalah tersebut dapat dipecahkan dengan menggali
teori, menguasai bahasa Indonesia ,
berdiskusi dengan pakar terjemah, dan berlatih menerjemahkan nas dengan
berbagai topic dan jenis secara sungguh- sungguh.
B. STRATEGI DAN METODE TERJEMAH
1. Strategi Menterjemah
2. Tugas Metode Menterjemah
3. Macam- macam Metode Terjemah dan Contohnya
Metode penerjemahan berarti cara penerjemahan yang digunakan oleh
penerjemah dalam mengungkapkan makna nas sumber secara keseluruhan di dalam
bahasa penerima. Jika sebuah nas, misalnya Al-qur’an, diterjemahkan dengan
metode harfiah, maka makna yang terkandung dalam surat pertama hingga saat terakhir diungkapkan
secara harfiah, kata demi kata hingga selesai.metode harfiah dan met
Karena masalah penerjemahan itu sangat variatif , cara atau metode
penyelesaiannya pun bervariasi pula. Dalam khazanah penerjemahan di dunia Arab,
metode penerjemahan terbagi dua jenis : metode harfiah dan metode tafsiriah.
1.
Metode Harfiah (literer), ialah
cara menerjemahkan yang memperhatikan peniruan terhadap susunan dan urutan nas
sumber. Cara menerjemahkan yang juga disebut dengan metode laf-zhiyyah atau
musawiyah ini diikuti oleh Yohana bin ai- Bathriq, Ibnu Na’imah, al- Hamshi,
dan sebagainya. Yang menjadi sasaran penerjemahan harfiah ialah kata.
Metode ini dipraktekkan dengan pertama- tama seorang penerjemah memahami
nas, lalu menggantinya dengan bahasa lain pada posisi dan tempat bahasa sumber
itu atau melakukan transliterasi. Demikianlah cara ini dilakukan hingga seluruh
nas selesai diterjemahkan.
Metode tersebut memiliki kelemahan karena dua alas an, yakni:
-
Tidak seluruh kosa kata Arab
berpadanan dengan bahsa lain sehingga banyak dijumpai kosa kata asing
-
Struktur dan hubungan antara unit
linguistic dalam suatu bahasa berbeda dengan struktur bahasa lain
2. Metode Tasharruf (Tafsiriah atau bebas), ialah suatu cara
penerjemahan yang tidak memperhatikan peniruan susunan dan urutan nas sumber.
Yang dipentingkan metode ini adalah penggambaran makna dan maksud bahasa sumber
dengan baik dan utuh. Yang menjadi sasaran metode ini ialah makna yang
ditunjukkan oleh struktur bahasa sumber.
Sementara itu Ahmad Hasan az- Zayyat ( Khaursyid, 1985: 10) tokoh penerjemah modern, menegaskan
bahwa metode penerjemahanyang diikutinya ialah yang memadukan kebaikan metode
harfiah dan tafsiriah.
Kiranya metode yang diterapkan oleh az- Zayyat ini dapat diistilahkan dengan
metode elektik, karena metode tersebut mengambil dan mengaplikasikan kebaikan
yang terdapat dalam metode harfiah dan metode tafsiriah.
Terjemah sering pula dikelompokkan dalam metode yang lain, yakni metode
terjemah langsung dan terjemah tidak langsung.
Terjemah langsung. .Yang bisa diandalkan dari makna terjemah ini adalah
terjemah yang bisa dilakukan secara langsung atau tanpa suatu persiapan,
maskipun sesungguhnya terjemahan yang umumnya diungkapkan secara lisan ini juga
memerlukan persiapan, yakni sebelum pelaksanaan terjemahan.
Terjemah tidak langsung. Model ini sering pula disebut sebagai terjemah
biasa atau tidak langsung. Artinya, terjemahan yang dilakukan dengan persiapan
terlebih dahulu. Begitu teks sumber dihadirkan, maka tidak secara spontan teks
terjemah dihadirkan. Terjemahan yang paling banyak dilakukan ini biasanya
terjadi pada penerjemahan naskah-naskah tulisan, terutama buku.
[1] . Ibnu
Burdah, Menjadi Penerjemah Metode dan Wawasan Menerjemah Teks Arab, Tiara
Wacana, 2004, hal 66.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar